Orang Kafir Apakah Dihisab Atau Tidak?

Orang kafir apakah dihisab atau tidak?

Pengertian Hisab

Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.
[Muqarrar at Tauhid Lishaf ats Tsani al ‘Ali fil Ma’ahid al Islamiyah, tanpa tahun, hlm. 84.]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan,

Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya.
[Ibid., hlm. 208.]

Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan,

Bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab). [Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19.]

Hisab Menurut Istilah Aqidah Memiliki Dua Pengertian

Pertama

Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.

  1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
  2. Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya.

Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir).

[Lihat Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413H, hlm. 246.]

Kedua

Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.

Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah.

Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.
[Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5/229.]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:

مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ

“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’ [Al Qur`an surat al Insyiqaq / 84 : 8]” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi].

Baca juga: Prinsip Kafirnya Orang Kafir

Adapun Orang Kafir, Apakah Di Hisab Ataukah Tidak?

Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat.

  1. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab.
  2. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.

Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah:

“Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka,

Serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan.

Apabila yang diinginkan dengan kata “hisab” adalah pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru.

Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya.

Dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab.

Allah berfirman:

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَاباً فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ

“Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.” (QS. An Nahl / 16:88).

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ

Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran. (QS. At Taubah / 9:37).

Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, Bukan Untuk Masuk Surga. [Majmu’ Fatawa 4/305-306]

Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka,

Bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka. [Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit 5/229.]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا

“Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat”.  (QS. Al Kahfi / 18 : 105).

Baca juga: Hukum Melaknat Kafir Muayyan

Amalan Orang Kafir di Dunia

Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua:

Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat.

Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat.

Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-lainnya.

Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di dunia.

[Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.]

Syaikh Kholil Haras menyatakan:

“Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja.

Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”  [Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.]

Demikian ini, karena Allah berfirman:

﴿وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا﴾

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”  (QS. Al Furqaan / 25 : 23).

مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ

“Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim / 14 : 18).

Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka.

Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain.

Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja.

Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan kekufurannya.
*[Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/462.]*

Ditulis oleh Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi, Lc.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Artikel: SeptyanWidianto.Web.ID

Silakan dibagikan:

Leave a Comment