Kondisi Masjid Pada Saat Wabah

Kondisi Masjid Pada Saat Wabah.

Wabah Tha’um Amwaas di Negeri Syam

Imam At Thabari mengisahkan bahwa pada saat terjadi Tha’un Amwaas di negri Syam, dan telah merenggut jiwa banyak orang, termasuk gubernur Syam kala itu, yaitu Abu Ubaidah ‘AMir bin Al Jarrah, dan kemudian juga merenggut jiwa gubernur selanjutnya yaitu sahabat Mu’az bin Jabal.

Tatkala sahabat ‘Amer bin Al Ash ditunjuk sebagai gubernur, beliau berkhutbah dan berkata kepada penduduk Syam:

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ هَذَا الْوَجَعَ إِذَا وَقَعَ فَإِنَّمَا يَشْتَعِلُ اشْتِعَالَ النَّارِ، فتجبلوا منه في الجبال

“Wahai masyarakat sekalian, sesungguhnya wabah penyakit ini bila telah melanda, maka akan cepat menyebar bagaikan api yang berkobar-kobar, maka dari itu hendaknya kalian pergi ke gunung gunung.”

Mendengar anjuran sang gubernur ini, sahabat Watsilah Al Huzali berkata: “Engkau salah besar, sungguh demi Allah, aku telah menjadi sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan engkau (wahai ‘Amer) masih dalam kondisi lebih buruk dibanding keledaiku ini (masih kafir).”

Mendapat sanggahan ini, sahabat ‘Amer berkata:

“Sungguh demi Allah aku tidak akan membantah ucapanmu, sungguh demi Allah aku tidak akan menetap/berdiam diri di kota ini, kemudian ia segera bergegas mengasingkan diri di pegunungan, dan masyarakatpun segeraberhamburan mengikutinya, dengan menyebar ke pegunungan, dan tidak selang berapa lama, Allah mengangkat wabah Tha’un dari negri Syam.”

Tatkala sikap sahabat ‘Amer bin Al Ash ini sampai kepada khalifah Umar bin Al Khatthab di atas, sungguh demi Allah beliau tidak mengingkarinya. (At Thobari dengan sanad yang lemah)

Walaupun lemah sanadnya, namun ini bukan riwayat yang berkaitan dengan hukum dan biasanya para ahli sejarah sangat toleran dalam membawakan riwayat semacam ini dalam hal hal sejarah dan yang serupa, karena tidak berkaitan dengan halal dan haram.

Apalagi tindakan sahabat ‘Amer bin Al Ash di atas masih dapat ditoleransi sebagai bentuk upaya mencegah penyebaran penyakit, yang diajarkan dalam sunnah yaitu membatasi interaksi sosial masyarakat.

Bila mereka pergi ke gunung gunung, maka itu berarti mereka meninggalkan masjid masjid dan tidak berjamaah di masjid.

Wabah di Mesir dan Andalusia

Imam Az Zahabi mengisahkan bahwa pada tahun 448, di negri Mesir dan Andalusia terjadi paceklik dan wabah yang dahsyat, bahkan tidak pernah terjadi kekeringan dan wabah yang lebih dahsyat dari yang terjadi kala itu di negri Qordoba dan Isybiliya (Sevilla), sampai sampai seluruh masjid ditutup, tanpa ada seorangpun yang mendirikan sholat di dalamnya. Dan tahun itu dikenal dengan tahun kelaparan dahsyat. (Siyar A’alam An Nubala’ 13/438)

Kisah Ibnu Jauzi di Negeri Ahvaz

Ibnu Jauzi juga mengisahkan bahwa pada tahun 449 H, terjadi wabah yang sangat dahsyat di negri Ahvaz, Wasit dan sekitarnya. Sampai sampai 20 hingga 30 orang dikuburkan dalam satu lubang.

Banyak dari kaum fuqara’ yang terpaksa makan daging anjing, bahkan sebagian mereka sampai makan daging mayat manusia.

Dikisahkan, banyak keluarga yang masih menyimpan khamer, anggota rumah tersebut mati secara bersamaan.

Begitu dahsyatnya wabah yang melanda, sehingga masjid masjid menjadi kosong tidak ada y ang mendirikan sholat di dalamnya.

Masyarakat setempat bersegera bertaubat, menyedekahkan harta mereka, menumpahkan khamer, mematahkan alat alat musik, memperbanyak baca Al Qur’an. (Al Muntazham oleh Ibnu Al Jauzi 16/17-18)

Wabah di Kota Mekkah

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengisahkan kejadian pada awal tahun 827 H, bahwa di kota Makkah terjadi wabah yang dahsyat. Setiap hari rata-rata berjatuhan korban meninggal sekitar 40 orang. Pada bulan Rabi’ul Awwal saja, korban meninggal ditaksir mencapai 1700 jiwa, .

Dikisahkan bahwa Imam Shalat yang mendirikan shalat di depan Maqam Ibrahim yang memimpin shalat para pengikut mazhab As-Syafii hanya diikuti oleh 2 orang saja. Sedangkan imam imam jamaah pengikut mazhab lainnya sama sekali tidak mendirikan jamaah, karena tidak seorangpun yang mengikuti shalat mereka. (Inba’ul Ghumri Bi Abna’il Umri oleh Ibnu Hajar Al Asqalani 3/326)

Dan masih ada lainnya.

Ditulis oleh Ustadz Muhammad Arifin Badri.

Baca juga:

Artikel: SeptyanWidianto.Web.ID

 

Silakan dibagikan:

Leave a Comment