Faidah Hadits Umdatul Ahkam: Semua Bergantung Pada Niat

Faidah-Faidah Hadits Umdatul Ahkam – Semua Bergantung Pada Niat.

Hadits Pertama ( Kitab Umdatul Ahkam )

Dari Umar bin al-Khathab radhiallhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ» وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ

“Setiap perbuatan bergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh ganjaran berdasarkan apa yang diniatkan. Setiap orang yang berhijrah karena ingin memperoleh ridha Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan berujung pada ridha Allah dan Rasul-Nya. Dan setiap orang yang berhijrah karena ingin memperoleh bagian dunia yang dikehendaki atau wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya itu bernilai sebatas yang diniatkan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Penjelasan Ringkas

1. Hadits Ini Memiliki Kedudukan yang Tinggi

Alim ulama menyampaikan bahwa hadits ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama Islam. Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah menyarankan agar setiap orang yang ingin menelurkan sebuah karya tulis ilmiah dalam ilmu Islam untuk mencantumkan hadits ini di bagian awal sebagai pengingat diri untuk meluruskan niat [Syarh an-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim 1/11].

Baca juga: Sesungguhnya Amalan Tergantung Niat

2. Niat Menjadi Syarat Bagi Suatu Ibadah

Niat menjadi syarat bagi suatu ibadah sebagaimana disampaikan dalam kitab fikih. Dalam kitab Umdatul Ahkam, penulis, Abdul Ghani al-Maqdisi menjadikan hadits ini sebagai hadits pertama dan menempatkannya dalam Bab Thaharah sebagai isyarat bahwa bersuci tidaklah sah tanpa diiringi dengan niat untuk bersuci [Khulashah al-Kalaam ‘alaa Umdah al-Ahkaam 1/65]. Dengan demikian, hadits ini menunjukkan bahwa niat merupakan syarat untuk setiap aktifitas ketaatan dan setiap amal yang dilakukan tanpa diiringi niat tidaklah dianggap sebagai aktifitas ketaatan [Qawaaid wa Fawaaid min al-Arba’iin an-Nawawiyah hlm. 35].

3. Menjadi Dalil Setiap Muslim Wajib Mengetahui Hukum Dalam Suatu Perbuatan

Hadits ini menjadi dalil bahwa sebelum melakukan suatu perbuatan, setiap muslim wajib mengetahui hukumnya. Apakah perbuatan itu disyari’atkan atau tidak? Apakah perbuatan itu diwajibkan atau dianjurkan? Dalam hadits di atas suatu amal ternafikan apabila kosong dari niat yang disyari’atkan untuk amal tersebut [Qawaaid wa Fawaaid min al-Arba’iin an-Nawawiyah hlm. 35].

4. Niat Tempatnya Dalam Hati

Niat itu adalah kehendak dan bertempat di dalam hati. Berdasarkan hal itu sejumlah ulama mengingkari pengucapan niat (talaffuzh bi an-niat). Jamaludin abu ar-Rabi’ Sulaiman bin Umar asy-Syafi’i mengatakan, “Mengucapkan dam membacakan niat di lisan di belakang imam bukan perbuatan yang dituntunkan, bahkan perbuatan itu dibenci (makruh). Apabila mengganggu orang lain yang juga tengah mengerjakan shalat, maka haram. Setiap orang yang menyatakan bahwa menjaharkan niat merupakan Sunnah, maka ia telah keliru. Tidak boleh dia dan orang lain berkata-kata perihal agama Allah tanpa dilandasi ilmu.” [Al I’lam 3/194].

5. Keabsahan dan Kerusakan Bergatung Pada Niat

Keabsahan dan kerusakan setiap amal bergantung pada niat yang menjadi motif dalam mewujudkan amal tersebut. Demikian pula dengan pahala dan siksa di akhirat bagi pelakunya bergantung pada niat yang menjadi pijakan apakah amal itu dinilai sebagai amal shalih atau amal fasid (rusak) [Jaami’ al-‘Ulum wa al-Hikam hlm. 7-8].

Artikel: SeptyanWidianto.Web.ID

Silakan dibagikan:

Leave a Comment