Bersikap Bijak Dalam Memaafkan

Bersikap bijak dalam memaafkan.

Mudah Memaafkan Karakter yang Mulia

Mudah memaafkan termasuk karakter yang mulia. Di dalam Al Quran Allah menyebutkan keutamaan sikap ini,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ 

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” [1]

Hanya saja ketika dimaafkan, ternyata orang tersebut tidaklah berhenti melakukan kejahatan atau bahkan semakin menjadi-jadi, apakah pemberian maaf menjadi solusi terbaik bagi orang tersebut?

Jawabannya tentu tidak. Dalam kondisi semacam ini, pemberian maaf bukanlah menjadi solusi terbaik.

Disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 

فالعفو عند المقدرة من مكارم الأخلاق, لكن بشروط أن يكون العفو إصلاحاً, فإن تضمن العفو إساءة فإنه لا يندب إلى ذلك, لأن الله اشترط, فقال: {فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ} 1 أي كان في عفوه إصلاح, أما من كان في عفوه إساءة أو كان سبباً للإساءة, فهنا نقول: لا تعف! مثل أن يعفو عن مجرم, ويكون عفوه هذا سبباً لاستمرار هذا المجرم في إجرامه فترك العفو هنا أفضل وربما يجب ترك العفو حينئذٍ.

“Sikap memberi maaf di waktu kita mampu untuk membalas itu termasuk akhlaq yang mulia. Akan tetapi dengan syarat harus terdapat kemashlahatan di dalamnya. Jika pemberian maaf malah menyebabkan munculnya perbuatan jahat dari orang yang dimaafkan, maka tidak dianjurkan baginya untuk memaafkan. Karena Allah telah memberikan syarat. 

Baca juga: Serius Minta Maaf

Allah berfirman, 

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ

“Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik.”[2]

Yakni jika dalam pemberian maaf terdapat kemashlahatan. Adapun jika hal tersebut dapat menimbulkan keburukan atau malah menjadi sebab kejahatan lainnya, maka dalam hal ini kita sarankan kepadanya untuk tidak memberikan maaf. 

Sebagai contoh memberi maaf kepada para kriminil (macam pelaku kejahatan, penipu ulung, penjahat kelamin yang telah berulang2 melakukan aksi –pent),  yang jika ia dimaafkan bisa saja hal ini malah menyebabkannya terus-menerus mengulangi perbuatan kriminalnya tersebut. Maka dalam kondisi seperti ini lebih utama TIDAK MEMBERINYA MAAF SAMA SEKALI, bahkan bisa jadi hukumnya WAJIB UNTUK TIDAK MEMAAFKANNYA. [3]

Tidak Setiap Maaf itu Baik

Jadi tidak setiap maaf itu baik. Betapa banyak kasus yang terjadi di tengah-tengah kita, pelaku kejahatan terus menerus bisa melakukan aksinya karena pemberian maaf. Kasus investasi bodong, penggelapan dana, kejahatan seksual dan yang semisalnya terus menerus terjadi oleh pelaku yang sama. Bisa jadi ini karena tidak adanya sikap tegas dari para korban. Memberi maaf tapi tidak pada tempatnya. 

Sehingga ke depannya diharapkan kepada para korban kejahatan semacam ini untuk berbicara mengangkat permasalahan ini ke publik, sebagai peringatan kepada yang lainnya. Tidak memaafkan kemudian tinggal diam terhadap kejahatan yang terjadi, apalagi ketika sampai terulang dan memakan korban baru.

Kata Rasulullah..

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ « تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ »

“Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim dan yang dizhalimi.”

Kemudian ada seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, aku pasti akan menolongnya kalau dia dizhalimi. Tapi bagaimana aku menolongnya ketika dia berbuat zhalim?”

Beliau menjawab, “Engkau cegah dia dari berbuat zhalim, maka demikian bentuk pertolonganmu.” [4]

Wallahu a’lam.

Akhukum,

 Ustadz Wira Mandiri Bachrun.

CATATAN KAKI:

[1] Asy Syura: 40

[2] Ibid.

[3] Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Makarimul Akhlaq, (Riyadh: Darul Wathon, t.t), hlm 37-38.

[4] HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas radhiyallahu ‘anhu.

Silakan dibagikan:

Leave a Comment