Bersabar Di Atas Sunnah

Bersabar di atas Sunnah.

Sebagai seorang muslim, kita telah berikrar dengan syahadat وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ yang artinya “Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.”

Syahadat ini memiliki konsekuensi, di antaranya mewajibkan kita mengikuti sunnah beliau Shallallahu alaihi wassalam. Kelak, kita akan dimintai pertanggungjawaban atas masalah ini.

Allah Azza wa Jalla berfirman,

فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ

“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami).” ( QS. Al-Araf: 6 )

Pengertian Sunnah Secara Bahasa

Secara bahasa as-Sunnah artinya adalah jalan. Jamaknya adalah sunan yang bermakna banyak jalan. Jika orang Arab mengatakan فــان علــي ســنة فــان , maka maknanya si fulan menempuk jalan yang sama dengan si fulan.

Jadi makna Sunnah secara bahasa adalah jalan, jalan yang baik maupun jalan yang buruk. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran,

سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا ۖ وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلًا

“(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu.” ( QS Al-Isra: 77 )

Juga disebutkan dalam sebuah hadist, Nabi Shallallahu alaihi wassalam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barangsiapa yang mensunnahkan sebuah jalan yang baik, maka dia mendapatkan pahalanya dan dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkan sunnah tadi tanpa pahala mereke sedikitpun. Barangsiapa yang mengamalkan di dalam Islam Sunnah Sayyiah ( contoh yang tidak baik ) maka dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya.” ( HR. Muslim, no 10 riwayat dari Jarir ibnu Abdillah ).

Di dalam hadist lain Nabi Shallallahu alaihi wassalam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani) sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” ( HR. Muslim, no 2669 )

Baca juga: Keutamaan Menekuni As-Sunnah

Beberapa Pengertian Sunnah Secara Syariat Yang Dipakai Oleh Para Ulama

Adapun secara syariat, sunnah yang dipakai oleh para Ulama ada beberapa pengertian. Pengertian Sunnah menurut ahli hadist berbeda dengan Sunnah menurut ahli fiqih.

Sunnah: Pengertian Pertama

Sunnah adalah seluruh apa yang terdapat di dalam Al-Quran dan hadist Nabi. Dengan demikian, Sunnah Rasulullah artinya adalah jalannya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dan jalan yang tertuang di dalam Al-Quran dan hadist.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa Sunnah bermakna Al-Quran dan hadist adalah ucapan beliau shallallahu alaihi wassalam,

فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Barangsiapa yang benci terhadap sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku.”

Sunnah dalam hadist ini bermakna Al-Quran dan hadist, mencakup perkara-perkara yang wajib maupun mustahab. Dengan demikian, sunnah dengan pengertian ini mencakup seluruh Agama.

Di antara Ulama yang menggunakan istilah ini contohnya Imam Al-Barbahariy (wafat: 328 H/1100M). Beliau di dalam kitabnya Syarhus Sunnah menyebutkan, “Ketahuilah bahwasanya Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam.”

Sunnah: Pengertian Kedua

Sunnah adalah maknanya hadist. Terkadang para Ulama menyebutkan sebuah ungkapan yang menyebutkan kata Sunnah dan maknanya adalah hadist. Baik hadist Nabi yang berupa ucapan, perbuatan, maupun persetujuan dari beliau shallallahu alaihi wassalam.

Misalnya, seorang penceramah mengatakan, “Inilah yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunnah.” Maka maksud sunnah di sini adalah hadist. Dalil yang menunjukkan sunnah bermakna hadist di antaranya adalah sabdar Nabi shallallahu alaihi wassalam,

“Wahai manusia sesungguhnya aku telah meninggalkan di antara kalian sesuatu yang kalau kalian berpegang teguh dengannya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi.”

Sunnah: Pengertian Ketiga

Sunnah bermakna mustahab atau dianjurkan. Pengertian inilah yang banyak digunakan oleh para Ulama fiqih (fuqaha’). Misalnya, mereka mengatakan, “Shalat rawatib adalah sunnah, puasa Senin – Kamis adalah sunnah, puasa tiga hari setiap bulannya adalah sunnah.”

Maka maksud Sunnah di sini adalah mustahab atau dianjurkan, tidak sampai diwajibkan.

Adapun yang dimaksud Sunnah dalam tulisan ini adalah Sunnah dengan makna yang pertama, yaitu jalan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang di dalamnya mencakup Al-Quran dan Hadist Rasulullah. Inilah sunnah yang merupakan kebaikan atau lawan dari kata bid’ah. Inilah sunnah yang Rasulullah shallallahu alahi wassalam sebutkan dalam sabdanya,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ

”Berpegang teguhlah kalian dengan Sunnahku dan Sunnah khulafaur rasyidin.”

Yang setelahnya, yaitu di akhir hadist beliau shallallahu alaihi wassalam berwasiat,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

”Dan hendaklah kalian berhati-hati dari perkara-perkara yang diada-adakan karena perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Sunnah yang disebutkan dalam hadist ini adalah lawan dari bid’ah yaitu segala jenis sesuatu yang tidak ada dalil dari Al-Quran dan hadist.

Banyak Ulama mengarang kitab-kitab Aqidah dengan diberi nama Sunnah. Misalnya, Muhammad bin Nashr Al Mawarzi yang menulis kitab dengan nama As-Sunnah, Al Laaikai menulis kitab dengan judul Syarhu ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, Abu Dawus di dalam kitab beliau As-Sunnan juga menyebutkan Sunnah, dan lain-lain.

Yang dimaksud sunnah di sini adalah umum, yaitu apa yang ada di dalam Al-Quran juga hadist membahas perkara yang paling besar dalam Agama ini yaitu masalah Aqidah.

Baca juga: Mengapa Dakwah Dan Pengajian Sunnah Ditolak?

Dalil-Dalil Wajibnya Mengikuti Sunnah Nabi Dari Al-Quran

1. Dalil Pertama

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

”Hai Nabi, cukuplah Allah ( menjadi pelindung ) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (QS. Al-Anfal:64)

Hasbu artinya kaafi yaitu memberikan kecukupan. Kita mengatakan hasbiyallah maksudnya adalah Allah yang memberikan kecukupan bagi diriku dan aku tidak butuh kepada yang lain.

Di sini Allah mengabarkan bahwasanya Allah mencukupi Nabi dan juga orang-orang yang mengikuti beliau. Adapun orang-orang yang tidak mengikuti sunnah beliau, maka dia tidak mendapatkan janji untuk mendapatkan kecukupan dari Allah.

Dengan demikian, jika kita mengikuti sunnah, maka balasan yang Allah berikan kepada kita adalah pertolongan-Nya.

Dalam ayat lain Allah mengatakan:

إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ

“Kalau kalian menolong Allah maka Allah akan menolong kalian.” (QS. Muhammad: 7)

Menolong Allah adalah dengan mengikuti sunnah Nabi-Nya, karena Allah telah mengutus Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dengan Al-Quran, hadist, dan sebagai seorang Rasul beliau sudah sampaikan. Maka barang siapa menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, menerapkannya dalam dirinya, keluarganya, dan masyarakat, berarti ia telah menolong Allah dan karenanya Allah menjanjikan pertolongan.

Dan Allah telah menyebutkan,

لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي

”Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” (QS. Al-Mujadilah: 21)

“Fitnah apa yang lebih besar daripada engkau menyangka bahwasanya engkau telah mendahului Rasulullah di dalam keutamaan?”

-Imam Malik rahimahullah-

إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ ٱلْأَشْهَٰدُ

”Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Ghafir: 51)

Ini semua menunjukkan keutamaan dan keharusan mengikuti Nabi dan menghidupkan Sunnah beliau shallallahu alaihi wassalam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahumahullah berkata, ”Setiap orang yang mengikuti rasul, maka Allah akan beri kecukupan.”

Yang dimaksud kecukupan di sini adalah Allah akan memberikan kecukupan bagi dirinya, memberikan hidayah-Nya, serta memberikan pertolongan-Nya.

Dalil Kedua

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam adalah teladan terbaik bagi seluruh umat manusia. Beliau ahli ibadah, akhlaknya paling baik, orang yang paling baik kepada keluarganya, orang yang paling baik dengan tetangganya, pemimpin yang paling baik, serta penguasa terbaik.

Maka barang siapa yang ingin bertemu dengan Allah di hari kiamat, hendaklah ia menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan dan mengikuti apa yang beliau bawa, serta hendaknya ia banyak mengingat Allah.

Dalil Ketiga

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63)

Pada ayat ini Allah memperingatkan agar orang yang menyelisihi perintah dan tidak mengikuti sunnah beliau berhati-hati karena meraka akan tertimpa adzab yang pedih. Ini menujukkan bahayanya tidak mengikti sunnah Nabi, sehingga juga merupakan dalil wajibnya mengikuti sunnah-sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Malik bin Anas, guru dari Imam Syafi’i rahimahullah pernah didatangi seorang laki-laki. Laki-laki itu berkata, ”Wahai Abu Abdillah, darimana aku melakukan ihram?” Kemudian Imam Malik menjawab, ”Kamu ihram dari Dzul Hulaifah (12km dari Masjid Nabawi), karena dari situlah Nabi melakukan ihram.”

Namun laki-laki itu mengatakan, ”Aku ingin ihram dari Masjid Nabawi, dari sisi makam Rasulullah.” Maka Imam Malik rahimahullah berkata, ”Jangan engkau lakukan, wahai Fulan! Karena aku takut terjadi fitnah pada diri Rasulullah!”. Laki-laki itupun berkata, ”Aku hanya menambah jarak saja.”

Maka Imam Malik berkata, ”Fitnah apa yang lebih besar daripada engkau menyangka bahwasanya engkau telah mendahului Rasulullah di dalam keutamaan?”

Dalil Keempat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

”Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 63)

Dalam ayat ini Allah menjadikan mengikuti sunnah Nabi-Nya sebagai jalan untuk mencintai-Nya. Ini adalah bukti kecintaan Allah kepada kita. Kita ingin menampakkan di hadapan Allah sesuatu yang dicintai Allah.

Sesuatu yang dicintai Allah itu telah dipraktikkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, sehingga orang yang mencintai Allah pasti akan mengikuti Rasulullah. Ini menunjukkan wajibnya kita mengikuti beliau shallallahu alaihi wassalam.

Baca juga: Keutamaan Menekuni As-Sunnah

Dalil-Dalil Wajibnya Mengikuti Sunnah Nabi Dari Al-Hadist

Diriwayatkan dalam sebuah hadist Irbaad ibn Sariyah bahwasanya dia menceritakan,

”Suatu ketika Rasulullah memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang mendalam, sehingga air mata kami mengalir dan hati kami menjadi takut. Nasihatnya tidak seperti biasanya. Kemudian salah seorang berkata, ”Wahai Rasulullah, sepertinya nasihat ini adalah nasihat orang yang mau berpisah. Apa yang akan engkau wasiatkan kepada kami wahai Rasulullah?”

Maka beliau bersabda, ”Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan hendaklah kalian mendengar dan taat kepada penguasa (pemerintah kaum muslimin). Sesungguhnya orang yang hidup lebih lama di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulifah yang lurus dan terbimbing. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi-gigi geraham kalian.”

Benarlah yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bahwa sepeninggal beliau muncul aliran-aliran seperti Khawarij (aliran yang pertama kali menyimpang dari sunnah Rasulullah) yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar keluar dari Agama Islam.

Kemudian mulai muncul perselisihan yang banyak, aliran-aliran yang banyak, yang mereka membuat aqidah yang baru yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi.

Dalam keadaan yang demikian, maka beliau shallallahu alaihi wassalam mewasiatkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnahnya dan sunnah Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Kembali kepada sunnah di tengah perpecahan umat merupakan jalan keselamatan.

Dalam hadist lain beliau menceritakan juga tentang perpecahan umat. Beliau shallallahu alaihi wassalam mengatakan, ”Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan saja.” Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, siapa golongan yang selamat ini?” Beliau shallallahu alaihi wassalam bersabda,

من كان على مثل ما أنا عليه و أصحابي

”Mereka adalah orang yang berada di atas sunnahku dan di atas jalan para sahabatku.”

Hadist lain yang menunjukkan wajibnya berpegang kepada sunnah adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي

”Demi dzat yang jiwaku ada di tangannya, seandainya Nabi Musa masih hidup, tidak ada keringanan bagi beliau kecuali harus mengikuti aku.”

Dalil-Dalil Wajibnya Mengikuti Sunnah Nabi dari Ijma’

Ijma’ atau kesepakatan para Ulama yang menunjukkan wajibnya mengikuti sunnah ada dalam semua madzhab. Seluruh Ulama dari berbagai madzhab ber-ijma’ tentang wajibnya mengikuti sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Berkata Imam Malik bin Anas rahimahullah, gurunya Imam Syafi’i,

كل يؤخــذ مــن قولــه ويــرد إل صاحــب هــذا القبــر

”Masing-masing dari kita bisa diambil ucapannya dan bisa ditolak kecuali yang memiliki kuburan ini (beliau rahimahullah menunjuk kuburan Rasulullah) karena ketika itu sedang berada di Masjid Nabawi.”

Al-Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

أجمـــع المســـلمون علـــى أن مـــن اســـتبان لـــه ســـنة
مـــن رســـول ال صلـــى ال عليـــه وســـلم لـــم يحـــل
لــه أن يدعهــا لقــول أحــد

”Kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya sudah jelas baginya sunnah maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah tadi karena ucapan seseorang siapapun dia.”

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, murid Imam Asy-Syafi’i berkata,

عجبت لقوم عرفوا الاسناد وصحته، يذهبون الى رأي سفىان

”Aku heran sebuah kaum yang mereka mengetahui tentang isnad (tentang hadist) tetapi mereka lebih memilih pendapat Sufyan.”

Sufyan adalah seorang Ulama besar dan termasuk ahli hadist. Meskipun demikian, dia tidak ma’shum dan pasti memiliki kekurangan. Maka jika hadistnya sudah jelas, tidak boleh kita memilih pendapat Sufyan dan meninggalkan hadist Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata:

اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفىتم

”Hendaklah kalian ikuti (sunnah) dan janganlah kalian membuat sesuatu yang baru, sungguh kalian sudah dicukupi.”

Utsman ibnu Haadhir Al Azdiy rahimahullah mengatakan,

عليك بتقوى الله، والاستقامة، اتبع ولا تبتدع

”Bertakwalah kalian kepada Allah dan istiqamahlah di atas ketakwaan dan ikuti saja jangan kalian membuat sesuatu yang baru.”

Az Zuhri rahimahullah berkata:

 كان مـــن مضـــى مـــن علمائنـــا يقولـــون العتصـــامبالســـنة نجـــاة

”Dahulu Ulama kita mereka mengatakan berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan.”

Imam Malik rahimahullah berkata,

السنة سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلفعنها غرق

”Sunnah itu ibarat kapalnya Nabi Nuh, orang yang menaikinya maka dia akan selamat dan barangsiapa tidak menaiki kapal tersebut maka dia akan tenggelam.”

Penutup

Semua dalil-dalil di atas menunjukkan wajibnya mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Demikianlah, semoga apa yang telah disebutkan menjadikan hati kita lebih bersemangat dan lebih kuat dalam berpegang teguh dengan sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Hendaknya kita senantiasa berdoa dengan doa yang diajarkan oleh Nabi dan teladan kita shallallahu alaihi wassalam,

يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

”Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas Agama-Mu.” (Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat shahih Sunan Tirmidzi III no. 2792)

Wallahu a’lam.

Sumber: Majalah HSI Edisi 012 Jumadal Ula 1441H

Arikel: SeptyanWidianto.web.id

 

Silakan dibagikan:

Leave a Comment