Anda Tidak Meminta Kepada Beliau Setelah Wafatnya

Anda tidak meminta kepada beliau setelah wafatnya.

Dalil Ahli Bid’ah Meminta Kepada Mayyit di Dekat Kuburnya

Di antara dalil yang dipakai oleh Ahlul Bid’ah dalam pembolehan (bahkan penganjuran) mengajak bicara mayyit di dekat kuburnya, untuk memohon syafa’at, atau bantuan, atau sebatas wasilah agar disampaikan kepada Allah Ta’ala hajat mereka, yakni ayat berikut:

وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًۭا رَّحِيمًۭا

“Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” [Q.S. An-Nisa: 64]

Mereka menganggap bahwa meminta istighfar dan wasilah doa kepada Rasulullah sama sebagaimana dahulu para sahabat semasa hidup beliau datang untuk meminta istighfar dan wasilah doa.

Maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

ويخالفون بذلك إجماع الصحابة والتابعين لهم بإحسان وسائر المسلمين، فإن أحداً منهم لم يطلب من النبي صلى الله عليه وسلم بعد موته أن يشفع له ولا سأله شيئاً، ولا ذكر ذلك أحد من أئمة المسلمين في كتبهم، وإنما ذكر ذلك من ذكره من متأخري الفقهاء

“Mereka dengan keyakinan tersebut menyelisihi ijma’ para sahabat, para tabi’in dan seluruh muslimin. Tak ada seorang pun dari mereka meminta kepada Nabi setelah wafat beliau agar beliau memberi syafa’at padanya dan tidak ada apapun permintaan itu. Tidak pula disebut seorang pun dari para imam kaum Muslimin di kitab-kitab mereka melakukan hal itu. Melainkan itu hanya baru disebutkan oleh kalangan fuqaha’ belakangan hari.” [Qa’idah Jalil fi at-Tawassul wa al-Wasilah, hal. 69]

Meminta Kepada Mayyit di Kubur Orang Shalih adalah Bid’ah

Dikiaskan dengan itu, datang ke kuburan-kuburan shalih untuk meminta-minta pada mayyit. Maka ini adalah kebid’ahan bahkan kesyirikan. Jikapun misal ada seorang alim menghikayatkan dirinya pernah melakukan hal demikian kemudian rupanya apa yang diharapkan tercapai, maka ketahuilah bahwa:

  1. Perbuatan seorang alim bukanlah dalil, terlebih jika tidak ada contohnya dari ribuan alim sebelumnya sejak generasi sahabat.
  2. Agama dan syariat Allah tidak bisa didasari pengalaman, experimen seseorang belaka, kendatipun itu tercermin di kehidupan seorang alim.

Maka, yang shahih adalah tidak sama hukumnya tawassul kepada Nabi ketika beliau masih hidup dengan ketika beliau telah wafat. Ini berlaku pula terhadap selain beliau dari kalangan orang-orang shalih.

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh Ustadz Hasan al-Jaizy

Silakan dibagikan:

Leave a Comment